Kontroversi Pergub DKI No. 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah

INLINK, Jakarta | Larangan pemilik bangunan memanfaatkan air tanah mulai 1 Agustus 2023 mendatang, menuai protes Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) yang meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan sumber air pengganti.

Nelson Simamora, anggota koalisi itu mengatakan bahwa Pergub Nomor 93 Tahun 2021 yang berisi larangan penggunaan air tanah itu erat kaitannya dengan swastanisasi air, karena dengan adanya larangan maka penggantinya adalah air dari sistem perpipaan.

Sisi lain, air dari sistem perpipaan menurutnya masih mahal dan volumenya juga terbatas, sehingga harus disiapkan sumber air penggantinya.

“Penggantinya harus disiapkan. Kalau tidak maka akan terus ambil air tanah. Pemprov DKI harus menjelaskan ke publik rencananya transisinya seperti apa. Kalau tidak bisa, percuma, karena gedung-gedung di wilayah Zona Bebas Air Tanah akan terus sedot air tanah dan penegakan hukumnya juga percuma, karena mereka enggak punya alternatif lain,” kata Nelson (6/1)


Sebelumnya Gub DKI Jakarta , Anies Baswedan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah. Dalam aturan tersebut, Anies melarang pemilik bangunan memanfaatkan air tanah mulai 1 Agustus 2023 mendatang.
“Setiap pemilik/pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah mulai tanggal 1 Agustus 2023, kecuali untuk kegiatan dewatering,” demikian bunyi Pasal 8 peraturan tersebut, sebagaimana dikutip Kamis (6/1).

Nelson pun menyinggung soal dampak larangan itu. Ia mempertanyakan jumlah gedung di Jakarta yang luasnya di atas 5 ribu meter persegi dan lebih dari 8 lantai.
Aturan Lengkap Larangan Air Tanah di Jakarta Mulai Agustus 2023. Kriteria itu diketahui adalah bangunan yang dilarang melakukan pengambilan atau pemanfaatan air tanah.

“Di satu sisi kita juga tidak bisa melihat dampak Pergub ini seperti apa? Ada berapa banyak gedung di daerah Jakarta Utara, distrik bisnis Sudirman-Kuningan-Gatot Subroto, dan daerah Jakarta Selatan yang luasannya di atas 5.000 meter persegi dan di atas 8 lantai?” ujarnya.

Kemudian ia juga singgung soal Proyeksi terhadap penurunan muka tanah itu bagaimana?

Di Jakarta tidak semua pemilik bangunan dilarang memanfaatkan air tanah. Dalam Pasal 2 Anies mencantumkan sejumlah kriteria dan sasaran zona bebas air tanah.
Pergub tersebut, zona bebas air tanah merupakan zona tanpa pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan pertimbangan kemampuan kondisi akuifer atau peta zonasi konservasi air tanah, dan dukungan jaringan air bersih perpipaan.

Saat ini kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian air tanah di zona bebas air tanah itu meliputi; bangunan dengan luas lantai 5.000 meter persegi atau lebih, dan/atau bangunan dengan jumlah lebih dari 8 lantai.

Pos terkait