Siswi  SMPN 4 Surabaya Teruskan Jejak Saudara dalam Pelestarian Lingkungan

INLINK, Surakarta – Padizha Nikeisyandria Aisyzarra, seorang siswi SMP Negeri 4 Surabaya, telah menginspirasi banyak pihak dengan inovasinya dalam mengelola limbah makanan. Di tengah isu lingkungan yang semakin mendesak, Padizha membuktikan bahwa solusi dapat datang dari inisiatif dan semangat generasi muda. Ia mempresentasikan proyek unggulannya, “Maggot! – Maggot Pengurai Sampah,” dalam Jambore Sekolah Ekologis Nasional 2025 di Hotel Dana, Surakarta.

Sebagai Finalis Putri Lingkungan Hidup 2025 yang di selenggarakan oleh Tunas Hijau mewakili sekolahnya, Padizha menjelaskan bahwa proyeknya memanfaatkan teknologi biologi melalui larva Black Soldier Fly (BSF) atau maggot. “Maggot berperan sebagai pengurai sampah organik yang efektif. Mereka mampu mengurai sisa makanan dengan cepat dan efisien, mengurangi volume sampah, dan menghasilkan produk yang bermanfaat seperti pupuk dan pakan ternak,” ujarnya kepada awak media.

Sebelum Padizha, jejak kepedulian lingkungan telah dirintis oleh kedua kakaknya. Tristan Kesyandria Ali Pasha, Pangeran Lingkungan Hidup 2020, berhasil mengolah 45 ton sampah organik dari 10 warung makan, Pasar Keputran, dan Pasar Mangga Dua, serta membudidayakan 3,5 ton maggot. Kemudian, Areya Kesyandria Ali Yasha, Pangeran Lingkungan Hidup 2021, melanjutkan dengan mengolah 50 ton sampah organik dari Hotel Mercure, Pasar Mangga Dua, Pasar Keputran, dan Pasar Pandegiling, serta membudidayakan 4,5 ton maggot.

Meskipun proyek ini digagas oleh kakak-kakaknya, Padizha turut serta aktif membantu dalam budidaya, menjadikannya bukan sekadar proyek sampingan, melainkan keterlibatan yang berkelanjutan.

Sejak Juni 2024, Padizha telah berhasil mengolah lebih dari 20 ton sampah organik (food waste) yang berasal dari berbagai sumber, termasuk hotel-hotel ternama seperti Hotel Mercure, Ibis, dan DoubleTree, Resto Sambel Uleg Suroboyo, serta pasar-pasar tradisional di Surabaya. Dari proses pengolahan tersebut, ia menghasilkan 2 ton maggot yang diolah menjadi dua produk utama: Dry Maggot dan KasGot.

Dry Maggot adalah maggot kering yang memiliki nilai gizi tinggi dan dimanfaatkan sebagai pakan untuk ikan dan unggas. Sementara itu, KasGot adalah pupuk organik yang berasal dari sisa media budidaya maggot dan telah terbukti efektif dalam menyuburkan tanaman.

Bersama guru pembimbingnya, Bu Sulastri, Padizha mengembangkan konsep ekonomi sirkular di lingkungan sekolah. Mereka mengintegrasikan budidaya maggot dengan pemeliharaan ikan lele, bebek petelur, dan ayam pedaging. Pakan untuk hewan-hewan ternak ini berasal dari maggot yang dibudidayakan oleh siswa.

“Dari limbah dapur dan sisa makanan kantin sekolah maupun hotel yang biasanya terbuang, kini lahir produk yang bermanfaat untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan sampah berkelanjutan di sekolah. Ini merupakan implementasi nyata ekonomi sirkular di dunia pendidikan,” ujar Sulastri dengan bangga.

Selain menjalin kerjasama dengan sektor swasta, Padizha juga membangun jejaring sosial melalui mitra binaan seperti Kampung Demak Timur VI, serta dua yayasan yatim piatu: Mahabatur Rosul dan Yatamasa. Mereka dilibatkan dalam pelatihan budidaya maggot dan pengolahan pupuk, sehingga program ini memberikan dampak sosial dan ekologis yang berkelanjutan.

Dalam pameran di Jambore, Padizha dan timnya menampilkan berbagai produk ramah lingkungan hasil karya siswa SMPN 4 Surabaya, di antaranya KasGot, Dry Maggot, sabun ekoenzim “Sakera”, yang diolah dari cairan serbaguna yang dibuat dari fermentasi sisa sampah organik (buah & sayuran) dengan gula dan air, Sirup Blimbing wuluh Spenfora “SI – BULURA” Yang diolah dari blimbing wuluh yang ada di lingkungan sekolah diolah menggunakan rempah-rempah tanpa bahan pengawet.
Pewangi alami yang diolah dari wangi alami bunga dan kulit buah.
Produk-produk ini mencerminkan kreativitas siswa dalam mengubah limbah menjadi sumber daya yang bernilai.

Inovasi Padizha tidak berhenti sampai di situ. Ia juga menggagas program ekonomi sirkular “Tabungan Berkah Bumazaa,” sebuah model pemberdayaan lingkungan berbasis produksi dan edukasi. Dalam program ini, hasil penjualan ternak (ayam dan ikan lele) dijual ke sejumlah restoran, dan keuntungannya digunakan kembali untuk membeli maggot dari mitra binaan.

“Selain memberikan dampak positif bagi lingkungan, inovasi ini juga menciptakan perputaran ekonomi hijau yang berkelanjutan,” tambahnya.

Program ini juga membuka peluang riset baru, khususnya dalam pemanfaatan fresh maggot sebagai campuran pakan ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan fresh maggot meliputi:

– Lemak: 1,05%
– Protein: 9,66%
– Karbohidrat: 28,56%

Padizha berharap bahwa inisiatifnya ini dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan memanfaatkan produk-produk ekologis. “Saat bumi sedang tidak baik-baik saja, kita harus kreatif untuk menyelamatkannya,” pungkas Padizha dengan optimisme.

Kisah Padizha Nikeisyandria Aisyzarra adalah bukti nyata bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat dimulai dari langkah-langkah kecil di usia muda, dan semangat ini dapat menjadi pendorong perubahan menuju masa depan bumi yang lebih lestari.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *