Inlink.id Banda Aceh, Pemerintah Indonesia memilih cara untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu dengan penanganan penyelesaian Non-Yudisial.
“Untuk memulihkan luka bangsa terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu yang meninggalkan beban berat bagi para korban dan keluarganya karena luka harus segera dipulihkan agar mampu bergerak maju. Pada awal Januari lalu saya memutuskan pemerintah menempuh penyelesaian non Yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban, ” ujar Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah menteri, termasuk Mensos Tri Rismaharini saat Peluncuran Program Penanganan Penyelesaian Non-Yudisial Pelangaran HAM berat di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Selasa (27/6).
Pelanggaran HAM berat terjadi di 12 peristiwa, sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan berbagai upaya pencegahan agar tidak terulang kembali di masa-masa akan datang.
“kita bersyukur alhamdulillah bisa mulai direalisasikan terhadap hak-hak korban. Saya mendapatkan laporan dari Menkopolhukam bahwa korban dan keluarganya di Aceh telah memulai mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja, mendapatkan jaminan untuk kesehatan, jaminan keluarga harapan, perbaikan tempat tinggal, serta pembangunan berbagai fasilitas lainnya,” ungkap Presiden.
Pada kesempatan tersebut, Presiden mengundang ke atas panggung dan berdialog dengan anak korban dari perisitwa Simpang KKA, Akbar Maulana, siswa kelas II SMK yang dialami ayahnya yang saat itu masih sekolah SMA.
Juga, hadir Suryo Martono dari Cekoslovakia dan Sudaryanto Priyono dari Uni Soviet (sekarang Rusia-red). Di mana, dua Warga Negara Indonesia (WNI) itu harus kehilangan kewarganegaraan Indonesia saat terjadi kudeta peristiwa 1965 saat mereka tengah studi dan hingga kini menetap di sana.
“Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim siang hari ini secara resmi saya luncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non Yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di Indonesia, ” pungkas Presiden.
Salah satu kementerian yang ditugaskan dalam program tersebut, adalah Kementerian Sosial (Kemensos), melalui Ditjen Rehabilitasi Sosial memberikan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) terhadap para korban, keluarga dan ahli warisnya.
Bantuan ATENSI untuk para Korban Bencana Sosial (KBS) di Provinsi Aceh dari Dit. RSKBK Rp383.700.000 untuk 110 penerima manfaat di Kab. Aceh Utara Rp 144 juta 34 kelompok rentan dan bantuan Nutrisi, sembako, Alat Ibadah, Perawatan dan Kewirausahaan.
Di Kab. Pidie diberikan sebesar Rp. 239.700.000 kepada 76 penerima manfaat kelompok rentan dan bantuan Nutrisi, Sembako, Alat Ibadah, Perawatan dan Kewirausahaan.
Bantuan Sentra Darussa’adah Rp 203.882.000 bagi 45 penerima manfaat anak anggaran 100.984.500 dan 22 Lansia anggaran 102.897.500 juga sembako, nutrisi, sandang, modal usaha, perlengkapan ibadah, alat bantu.
Dari Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso di Surakarta Rp. 32.084.500 berupa motor Viar 1 unit untuk 1 penerima manfaat. Bantuan dari Sentra Bahagia di Medan berupa 1 unit motor viar untuk 1 penerima manfaat dukungan usaha kelontong. Total bantuan Ditjen Rehsos sementara Rp. 775.016.500
Syamsul Bahri (32) yang menerima bantuan motor viar sangat bersyukur dan senang karena perhatian pemerintah kedada kami, sebelumnya saya bekerja sebagai buruh di toko kelontong milik orang lain, sekarang bisa berjualan kelontong sendiri. “Semoga pengjasilan lebih baik lagi” harap Syamsul Bahri.